FX Harsono: Membaca Etnis Tionghoa 1948, Respon Masa Lalu Penuh Energi

Perupa FX Harsono mengelar karyanya. secara histori ia memindahkan kenangan lalu pada ruang Galeri. Potret masa lalu di Blitar dari keluarga Harsono.
Saat itu kekerasan yang terjadi di Blitar kepada Etnis tionghoa oleh kaum pribumi yang diduga sebagai mata-mata belanda. Inilah karya yang bergerak dari fakta pada saat bangsa Indonesia baru merdeka, kaum pribumi masih mengincar antek-antek dari bangsa Belanda.Dan pada zaman itu banyak kaum dari etnis
Tionghoa yang bersekolah di sekolah Belanda yang diduga bahwa mereka adalah mata-mata dari bangsa Belanda.
Hal filosofi kuat akan masa lalau ini diungkapkan oleh FX Harsono, perupa yang menggelar karyanya 1-6 november 2009 di Galeri Nasional,Jakarta ini memang mengejutkan.
Karyanya mengingat kan pada karya Christian Boltansky yang mamajang potret masa lalu para keluarga dan handai taulan. Kini karya Harsono menjadi catatan lain memang. Ia membaca tionghoa yang terkenal kriminalisasi.
“Orang Tionghoa diduga sebagai agen Belanda tetapi latar belakang dari dugaan tersebut tidak murni, karena adanya unsur politik dan unsur kriminal pada saat itu”, tutur FX Harsono.
Dikauinya pada saat itu pada zaman tersebut kaum etnis Tionghoa tidak diperbolehkan menggunakan nama cinanya di Indonesia. Ini merupakan pelecehan Hak Asasi Manusia, inilah karya saya saat ini responnya.
Pameran bertajuk “Victim In Indonesia 1948”. sebuah kekuatan kontemplasi Harsono akan masa lalu dimana Ia memiliki seorang ayah yang gemar memotret dan seorang ibu yang bersekolah di sekolah Belanda ingin mencoba untuk melihat identitas dari dirinya sendiri yang berdampak dari masa lalunya dan masa sekarang sebagai Indonesia keturunan Tionghoa yang diekspresikan lewat karyanya.
Ada banyak foto-foto,lukisan-lukisan, serta tulisan-tulisan berhuruf cina yang terpajang antara lain Foto tersebut adalah hasil foto ayah saya. “Ayah saya dulu tergabung dalam tim penggalian korban etnis Tionghoa”.
Penampilakn karya foto-foto konstruksi itu memang benar adanya. Adapula nama-nama korban yang dituliskan dalam bentuk huruf cina.
Video-video dari nara sumber yang pada zaman sekarang masih hidup sebagain testimoni. ”Nara sumber tersebut kebanyakan teman dari Ibu saya yang dahulu mereka semua bersekolah di sekolah Belanda.” ujar Harsono. Dan kebanyakan dari mereka berkata bahwa adanya percampuran kebudayaan yang terjadi pada masa lalu, sehingga yang kena imbasnya adalah etnis Tionghoa.
Seniman lulusan Asri Yogkarta ini sejak tahun tahun 1975 menjadikan seniman kontemporer masa depan
saat ini. Paham juga dengan kritik yang kuat pada zaman sekarang ini khusunya lebih tegas lagi dalam mengurus rasialisme.
Karena adanya kaum minoritas dan suku-suku terbelakang yang sebenarnya mendeskriminasi masalah rasialisme untuk saat ini.
(WSN-AM VJC)